Biasanya kalau sedang makan malam di kota besar di Indonesia, kalau bukan di mall, tentu ada beberapa pengamen yang singgah untuk menghibur dengan sedikit imbalan sebagai gantinya. Bahkan waktu saya masih sering menggunakan transportasi publik di ibukota, tak jarang ada pengamen di bus kota atau bahkan di angkot.
Lain halnya dengan di Jerman, pengamen di tempat makan atau di dalam transportasi umum rasanya hampir tak pernah saya temui. Biasanya pengamen di sini menyanyi di tengah kota, di luar stasiun utama, atau di daerah pertokoan yang kerap dikunjungi turis atau orang banyak. Banyak aturan yang harus diperhatikan kalau ingin mengamen di Hamburg. Kalau ada rencana mengamen di Hamburg, aturannya bisa dicek di sini dulu, ya!
Sebelum saya ke Jerman, saya pikir tentunya tidak akan ada orang kurang mampu di sini, mengingat negaranya adalah salah satu yang terkuat di dunia. Akan tetapi, saya salah.
Jumlah orang yang tidak memiliki residensi tetap atau yang tidak memiliki pendapatan sama sekali di tanah penyair dan pemikir ini tidak bisa dikatakan kecil. Jadilah mereka mencari hidup dengan cara meminta belas kasihan orang lain. Selain itu, ada pula orang-orang yang mencari pendapatan tambahan dengan cara yang sama, misalnya para pensiunan, orang-orang yang berpenghasilan tidak tetap atau mereka yang hidup hanya dari bantuan pemerintah.
Kalau di S-Bahn kadang ada orang-orang yang memperkenalkan diri, meminta bantuan dan menjelaskan kenapa mereka membutuhkan uang, meminta maaf karena mengganggu kenyamanan dan mengharapkan kebaikan akan dibalaskan kepada mereka yang membantu. Tapi, kadang ada yang marah-marah dan meminta dengan agak memaksa juga sih… Yang diminta biasanya uang kecil, makanan atau botol kosong. Selain itu, ketika sedang duduk-duduk minum-minum di taman atau di tempat terbuka untuk umum, pasti ada bapak-bapak yang akan meminta botol berdeposit begitu kita selesai.

Botol kosong yang diminta oleh dan diberikan bukan sembarang botol tentunya. Botol tersebut ada jinnya depositnya.
Nah, di Jerman sendiri ada beberapa jenis produk yang ketika kita beli, kita juga harus membayar deposit (Pfand) untuk kemasannya. Kemasan tersebut berbentuk botol yang nantinya bisa dikembalikan ke mesin-mesin di supermarket tertentu atau kios yang menjual minuman yang sama dengan botol yang ingin kita kembalikan. Setelah mengembalikan botol, kita akan menerima deposit dalam bentuk kes atau kupon yang bisa digunakan untuk berbelanja. Saya ingat di beberapa negara lainnya seperti Norwegia dan Australia juga ada konsep yang serupa.
Botol apa saja yang biasanya ada depositnya di Jerman? Botol bir, botol minuman ringan atau bersoda (baik gelas, tin maupun plastik), botol yogurt kaca, dan botol air minum kemasan biasanya memiliki deposit. Deposit untuk botol-botol ini juga berbeda-beda harganya, mulai dari 8, 15 atau 25 sen (biasanya yang terakhir adalah botol PET berukuran 0.5 sampai 1 liter yang tidak bisa digunakan lagi alias Einweg).
Berbeda dengan botol wine, gelas selai atau asinan, botol sambal, botol minyak goreng, box jus atau susu dan botol minuman yang diimpor. Botol jenis ini biasanya tidak ada depositnya. Nasib mereka nantinya akan berakhir di kontener bank botol sebelum akhirnya dicairkan kembali atau didaur ulang.
Selain memberi ketika diminta, banyak juga orang yang sehabis minum di luar tidak membawa pulang dan justru meninggalkan botol-botol berdeposit di bawah atau di sekitar tempat sampah di ruang publik. Kadang memang penampakan tempat sampahnya jadi lebih berantakan. Namun, botol-botol tersebut ditinggalkan agar bisa diambil oleh orang-orang yang membutuhkan nantinya.
Kalau sedang ada event besar (seperti pertandingan sepak bola atau konser) atau di daerah-daerah yang ramai dikunjungi anak muda di akhir pekan (seperti Sternschanze atau St. Pauli di Hamburg), biasanya akan banyak botol kosong dari pengunjung. Terkadang bahkan ada pencari botol yang sampai menggunakan troli belanja untuk mengangkut hasil “panen”-nya.
Di sisi lain, meski tujuan botol berdeposit awalnya adalah untuk mengurangi sampah dan menggalakkan daur ulang, tak jarang terlihat orang yang tanpa pikir panjang membuang begitu saja botol berdeposit ke tempat sampah. Ini jadi kesempatan yang dipergunakan oleh pencari botol. Mereka tak sungkan untuk mengais tempat sampah (biasanya di tempat-tempat publik seperti stasiun kereta, halte bus dan bahkan di dalam S-Bahn/U-Bahn) untuk mencoba peruntungan. Siapa tahu ada botol-botol kosong berdeposit.
Namun demikian, untuk sedikit mengurangi beban mereka yang harus berjerih lelah mencari botol ke mana-mana, ternyata sekarang ada platform online bernama Pfandgeben di Jerman yang menjadi perantara pemilik botol-botol kosong berdeposit yang sekaligus ingin berbagi kebaikan dengan orang yang membutuhkan. Bukanlah hal yang istimewa jika di sini orang punya banyak sekali botol kosong berdeposit di rumah atau di kantor, sedangkan tempat tinggal atau kantornya di lantai atas tanpa elevator serta tidak ada kendaraan pribadi. Dapat dimengerti kalau kadang orang tersebut menjadi sungkan untuk memulangkan botol-botolnya karena berat dan melelahkan (n.b. ini pembelaan pemalas seperti saya hehehe). Pfandgeben menjembatani orang yang membutuhkan agar mereka bisa langsung menjemput botol-botol kosong di tempat dan jam yang telah ditentukan yang punya botol, sehingga tidak perlu repot-repot mengecek tiap tempat sampah yang ada, atau meminta-minta.
Seperti yang sudah disebutkan di atas, nilai deposit per-botolnya memang tidak terlalu spektakuler bagi sekelompok orang. Kalau dipikir-pikir, kalau di event dapat 100 botol pun bisa-bisa hasilnya cuma 8 Euro (kebanyakan botol bir depositnya 8 sen). Hasilnya sedikit, berat pula untuk mengangkatnya. Akan tetapi, botol-botol kosong berdeposit tersebut bisa membantu untuk memenuhi kebutuhan kelompok lainnya yang biasanya tidak memiliki pilihan lain dalam hidup.
Unik ya memang….asal koinnya muat masuk ke botol
LikeLike
Jerman memang unik. Pernah lihat ada orang (mungkin pesiunan) yang mengais sampah, pakai mobil van.
LikeLike
Hallo Kurniawan, salam kenal ya. Kalau yang pakai mobil van begitu aku justru belum ada kesempatan untuk lihat bahkan hehe. Kalau boleh tahu kamu waktu itu lihatnya di kota atau state mana, ya?
LikeLike
Salam kenal juga Hanna. Dulu sering lihat di Giessen. Biasanya di Studentenwohnenheim. Biasa, mahasiwa main buang barang aja kalau mau pindahan atau selesai studi.
LikeLike
Ahhh, pantas saya belum pernah lihat 🙂
LikeLike
Sama, disini juga. Kalau pas ada festival besar2an begitu pasti banyak pemulung kaleng/botol plastik. Bahkan Roskilde Festival (festival musik terbesar di Denmark), para pemulung ini sampe bela2in beli tiket masuk yang lumayan mahal (1500 kr klo ga salah) demi memulung botol karna penghasilannya jauh lebih besar pastinya
LikeLike
Wah! Kalau sampai beli tiket semahal itu, tampaknya memang lumayan ya penghasilannya. Kalau sehari-hari di Denmark ada yang suka minta botol kosong juga ga ya?
LikeLike
Kalau minta minta sih engga, mereka cukup tahu diri untuk jaga jarak, sampai minuman kita abis.
LikeLike