Kota yang terletak di barat laut Jerman ini dulunya merupakan salah satu anggota Liga Hanseatic, organisasi perdagangan dan pertahanan pada abad ke-14 sampai 17 di Eropa bagian barat laut dan tengah (ini kata Wikipedia ya).
Bremen. Kata orang-orang kota ini cute banget.
Sebenarnya kota ini tidak bisa dibilang kecil. Tapi karena biasanya para pengunjung hanya berpusat di daerah kota tua (Altstadt) yang dikelilingi oleh Sungai Weser, memang begitu kesan yang akan ditangkap.
Saya pun akhirnya berkunjung di suatu hari Sabtu untuk mengecek kota tersebut. Waktu tempuh dari Hamburg memakan waktu kita-kira satu jam dengan menggunakan kereta lokal.

Awalnya saya dan pacar merencanakan untuk berangkat jam 8 pagi. Akan tetapi, waktu itu cuaca agak kurang meyakinkan dan sang pacar lagi nggak enak badan sehingga rencana pergi pun hampir kami batalkan. Namun akhirnya kami putuskan untuk tetap pergi.
Kami tiba di stasiun kereta (Hauptbahnhof) Bremen sekitar jam 12 siang dan pulang dari sana sekitar pukul 6 sore. Jadi, kira-kira hanya 6 jam waktu yang kami habiskan di kota Bremen.
Singkat namun berkesan! Begitulah pengalaman saya pelesir ke sana. Karena keterbatasan waktu, kami kebanyakan hanya mengitari kota dan memasuki beberapa bangunan bersejarah, namun waktunya tidak cukup untuk mengunjungi museum-museum di sana.
Dari stasiun kereta, dibutuhkan sekitar 15 menit jalan kaki untuk bisa sampai ke Altstadt. Ketika melewati benteng kota tua tersebut, terlihat di kejauhan sebuah bangunan tua bernama Mühle Am Wall dengan bentuk kincir angin dan di Wallanlagen-Park yang dikelilingi oleh banyak sekali bunga tulip dengan berbagai jenis dan warna. Kami pun melanjutkan perjalanan sampai akhirnya tiba di pusat kota.
- Kirche Unser Lieben Frauen (Church of Our Lady)
Kalau dari Hauptbahnhof mengambil jalan lurus terus, bangunan ini adalah bangunan penting pertama yang dapat dikunjungi di Bremen. Kami mengakses bangunan ini melalui halaman belakangnya yang pada siang hari dijadikan sebagai pasar bunga.
Gereja ini merupakan gereja Protestan dan bagian dalamnya habis terbakar di sebuah insiden tahun 1944 sehingga tidak banyak sisa kesan dari abad pertengahan yang terlihat di sana. Altarnya sendiri bisa dibilang sangat sederhana, yang merupakan lambang gereja reformasi.

- Bremer Rathaus und Bremer Roland (Town Hall and Roland)
Persis di seberang gereja tadi, tampak balai kota bergaya Gothic tempat kedudukan ketua senat dan walikota Bremen. Patung Roland sendiri terletak di sebelah barat Townhall, di alun-alun kota Bremen (Marktplatz). Roland sendiri merupakan sebuah patung pahlawan dengan pedang dan perisai yang melambangkan pelindung kota Bremen. Keduanya termasuk dalam daftar UNESCO World Heritage Sites sejak tahun 2004.
- Die Stadtmusikanten (Town Musician)
Patung yang terbuat dari perunggu ini terletak di antara Kirche Unser Lieben Frauen dan Rathaus, yang melambangkan keledai, anjing, kucing dan ayam jantan dari suatu cerita dongeng yang dikumpulkan oleh Grimm Brothers. Ceritanya dapat dengan mudah ditemukan di internet.
Oh ya, Grimm Brothers sendiri merupakan dua bersaudara Jacob Ludwig Karl and Wilhelm Carl, yang sangat terkenal dalam mengumpulkan dan mencatat cerita-cerita rakyat di Jerman dan Eropa bagian utara, seperti Cinderella, Hansel and Gretel, Snow White, The Frog Prince, Sleeping Beauty dan Rapunzel. Pasti familiar kan dengan cerita-cerita tersebut?

- St. Petri Dom (St. Peter’s Cathedral)
Gereja ini tidak mungkin terlewatkan ketika berada di pusat kota Bremen. Gereja abad pertengahan memiliki dua menara besar, dan secara struktural berada di bawah naungan gereja Evangelis di Bremen.
Saya sempat bertanya, kenapa desain interior gereja ini terlihat seperti gereja Katolik. Kok bisa ya? Gereja ini memang dulunya merupakan gereja Katolik hingga di tahun 1532, sebuah gerakan revolusioner Bremen menghentikan misa Katolik dan meminta pastor untuk menyelenggarakan ibadah secara Lutheran.
Ada banyak sekali kuburan orang-orang penting di gereja ini. Selain itu ada 8 buah mumi yang disimpan di peti yang bagian atasnya terbuat dari kaca sehingga kita bisa melihat apa yang ada di dalamnya. Sedikit menyeramkan, ya?
- Bremer Marktplatz (Town Square)
Di alun-alun kota Bremen, terdapat beberapa bangunan penting bersejarah nan cantik yang dapat langsung dinikmati oleh mata. Contohnya seperti Schütting (gedung yang awalnya diperuntukkan bagi serikat pedagang, dan menjadi kamar dagang di Bremen sejak 1849) dan Bremische Bürgerschaft (gedung parlemen regional). Selain itu, banyak restoran dan kafe yang juga bisa dikunjungi di sini.
Dari sana, kami pun mulai merasakan lapar karena waktu menunjukkan sudah lebih dari jam makan siang yang seharusnya (bagi orang Indonesia). Kami memutuskan untuk makan siang di restaurant Kleiner Ratskeller tidak begitu jauh dari Schütting.
Kami memilih untuk mencoba makanan asli Bremen: Knipp – semacam sosis yang dicampur dengan biji-bijian yang digoreng dan disajikan dengan kentang panggang, acar timun, salad bit merah (yang biasanya tidak saya sukai namun di sini enak sekali), serta puree apel. Nikmat sekali! Sayang tidak saya abadikan melalui gambar.
- Böttcherstraße
Tidak jauh dari restoran tempat kami makan siang, kami pun mengunjungi gang kecil dan pendek (hanya 100 meter saja) yang dipenuhi dengan bangunan yang terbuat dari bata merah ini. Di sana terdapat art gallery, toko, bar dan juga Bremer Bonbon Manufaktur.
Ya, bonbon sama seperti Indonesia artinya adalah permen. Di toko ini kami melihat bagaimana permen dibuat melalui jendela kaca besar yang menghadap ke pekarangan toko tersebut. Toko ini sangat tidak mungkin untuk dilewatkan, selain karena keunikannya, juga karena wangi bonbon bisa tercium di sepanjang gang.
Karena beruntung berada di jalan tersebut pada pukul 3 sore, kami pun menyempatkan diri untuk menyaksikan bunyi genta lonceng di Haus des Glockenspiels. Permainan lonceng ini hanya dimainkan pada pukul 12 siang, 3 dan 6 sore pada bulan Januari hingga Maret; dan setiap jamnya mulai jam 12 siang sampai 6 sore di bulan April hingga Desember.
Terdapat 30 lonceng porselen berwarna biru di antara atap dua gudang tua yang memainkan beberapa alunan lagu selama 8 menit 30 detik. Selama lonceng bermain, 10 panel berwarna berputar di dinding menara dan menunjukkan gambar-gambar pelaut dan penerbang ternama di dunia.
- Schnoorviertel
Dari Böttcherstraße kami pun menyusuri pinggir sungai Weser menuju Schnoorviertel. “Viertel” dalam bahasa Jerman bisa diartikan sebagai “quarter” dalam bahasa Inggris ataupun distrik dalam bahasa Indonesia.

Meskipun dulunya merupakan distrik paling “miskin” pada zaman hanseatic, tempat ini merupakan salah satu yang paling cute yang pernah aku kunjungi!
Ya, banyak sekali rumah mungil tua berwarna-warni, dan bahkan ada yang sudah berdiri di sana sejak abad ke-15! Distrik ini pun akhirnya ditetapkan sebagai area historis yang dilindungi berdasarkan konservasi resmi pemerintah pusat.
Selain itu, berbagai restaurant, kafe, toko kerajinan tangan, galeri lukisan dan karya seni, serta toko souvenir bisa ditemukan di sepanjang gang-gang kecil di distrik ini. Tak heran tempat ini menjadi salah satu favorit pengunjung kota Bremen.
Kami akhirnya beristirahat sejenak di Cafe Tölke ditemani oleh segelas teh dan kopi serta kek apel sambil menulis kartu pos untuk dikirimkan kepada para kesayangan. Setelah itu kami berjalan di sepanjang Wallanlagen-Park sambil menikmati buah stroberi yang kami beli dari kios kecil di pinggir jalan (saya selalu tergoda dengan kios seperti ini dan di Jerman jumlah mereka banyak sekali terutama di musim semi dan panas), sambil menunggu kereta selanjutnya yang akan membawa kami pulang ke Hamburg.
Tip:
Kalau tinggal di atau berkunjung ke Hamburg atau Hannover di Jerman, atau Groningen di Belanda, bisa mempertimbangkan untuk day trip ke kota ini. Dari kota-kota tersebut, pengunjung bisa berpelesir ke Bremen dengan menggunakan Niedersachsen ticket yang cukup terjangkau dan berlaku selama 24 jam!